14 Tahun Menikah, Pasutri Ini Tidak Penetrasi Saat Berhubungan Intim

Pasutri Tidak Penetrasi Saat Berhubungan Intim

PrimaDaily – Pasangan suami istri atau pasutri telah menikah selama 14 tahun namun selama belasan tahun itu tidak melakukan penetrasi saat berhubungan intim.

Momongan bagi pasutri ini hanyalah mimpi semata. Diketahui, sang istri selalu merasa nyeri yang tak tertahankan ketika suami akan melakukan penetrasi. Tak jauh berbeda, sang suami seolah merasa menabrak dinding keras saat mencoba memasukkan alat vitalnya.

“Hubungan intim yang mereka lakukan tak pernah berakhir dengan penetrasi, sehingga mereka tak bisa memiliki anak,” ujar ahli kandungan dan kebidanan, Ni Komang Yeni, menuturkan kisah salah satu pasiennya.

Pasutri Tidak Penetrasi Saat Berhubungan Intim karena mengalami disfungsi seksual

Data global menunjukkan, 41 persen wanita di dunia mengalami disfungsi seksual. Sang istri merupakan satu dari sekian penderita disfungsi seksual pada wanita.  Vagisnismus adalah jenis gangguan seksual yang dialami sang istri.

Vaginismus merupakan kontraksi otot berlebihan pada bagian sekitar organ intim wanita. Kondisi ini membuat organ intim wanita tertutup hingga sulit atau bahkan tak bisa melakukan penetrasi.

Vaginismus umumnya ditandai dengan gejala berupa sensasi panas seperti terbakar, sulit penetrasi, lubang vagina menutup, dan kaku otot pada bagian lain.

Vaginismus dapat disebabkan oleh penyebab fisik berupa infeksi di area genitalia seperti luka saat melahirkan atau trauma lainnya. Vaginismus juga bisa dipicu faktor psikologis.

Kisah sepasang suami istri yang tak bisa penetrasi selama 14 tahun ini menjadi kasus terlama yang pernah ditangani Yeni. Dokter yang berpraktik di Bamed Women’s Clinic ini mengaku sering kedapatan pasien vaginismus. Vaginismus, kata Yeni, menjadi salah satu disfungsi seksual yang paling sering dialami kaum hawa.

Sebelumnya, pasangan ini telah beberapa kali mencoba berkonsultasi dengan dokter untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, dokter yang ditemui menyebut tak ada masalah berarti dan menyarankan untuk berhubungan seksual dalam kondisi yang lebih rileks.

Membuat tubuh lebih rileks saat berhubungan seksual pun dilakoni. Tapi, tetap saja cara itu tak berhasil membuat keduanya melakukan penetrasi.

Rekomendasi teman membuat sepasang suami istri itu mengunjungi klinik tempat Yeni berpraktik. Yeni melakukan pemeriksaan menyeluruh berupa pengujian fisik untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.

Setelah diagnosis didapat, dokter mencari tahu apa akar permasalahan dari vaginismus yang dialami sang istri.

Pengobatan yang dilakukan

Suami istri itu kemudian menjalani terapi. Dalam terapi, Yeni memberikan pemahaman atau edukasi mengenai vaginismus.

Setelah berkonsultasi selama kurang lebih dua bulan, pasangan itu berhasil melakukan penetrasi dan terbebas dari jerat vaginismus. Sang istri berhasil hamil pada usianya yang telah menginjak 42 tahun.

Menurut Yeni, sekitar 10 persen orang yang mengalami vaginismus bisa disembuhkan hanya dalam tahap edukasi atau pemberian pemahaman.

“Biasanya kami beri evaluasi, perlahan-lahan untuk mengubah pola pikir, diperbaiki dengan hipnoterapi, dan edukasi yang baik, 10 persen bisa sembuh total,” ungkap Yeni.

Jika belum berhasil pada tahap ini, dokter akan melakukan terapi lanjutan yang akan mengajarkan suami dan istri untuk melakukan hubungan intim yang rileks, nyaman, dan saling percaya.

Pengobatan juga bisa dilakukan dengan multidisiplin bersama psikiater atau psikolog. Selanjutnya, dokter juga bisa menggunakan alat bantu berupa dilator. Dilator merupakan sebuah alat medis yang berfungsi untuk merelaksasi otot vagina. Sebanyak 98 persen berhasil sembuh dengan menggunakan bantuan alat ini.

Jika beberapa cara di atas belum juga berhasil, dokter juga dapat melakukan terapi dengan prosedur sedasi. Yeni mengatakan, tingkat keberhasilan pengobatan disfungsi seksual sangat bergantung pada kemauan dari pasangan suami istri serta dukungan dari berbagai pihak.